NU Media – Secara bahasa tasawuf berorientasi kepada pembersihan yang berobjek kepada akhlak manusia, sedang konsepsi dari kata akhlak ialah menuju kepada perbuatan amal saleh serta permbersihan jiwa. Jika tasawuf dan akhlak disatukan maka frasa tersebut menjadi tasawuf akhlaki yang secara etimologis berarti membersihkan pola tingkah laku, akhlak serta menjadi suatu tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia serta moralitas masyarakat dengan jalan bertasawuf.
Tahapan dan Pembagian Dalam Tasawuf
Dari beberapa teori tentang tasawuf ada banyak tipologi yang membagi ajaran tasawuf, diantaranya; ada sebagian yang membagi kepada tasawuf sunni dan tasawuf falsafi, ada pula yang membagi tasawuf takhalli, tahalli dan tajalli, dan ada juga yang membagi tasawuf kepada tasawuf akhlaki, tasawuf amali, dan tasawuf falsafi. Dari beberapa tipologi tersebut mayoritas tokoh cenderung kepada pembagian tasawuf yang terakhir. Penulis di sini mencoba menjelaskan salah satu diantaranya yakni tasawuf akhlaki
Kata akhlak lebih luas artinya dari pada moral atau etika yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia. Tasawuf akhlaki ialah ajaran tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak yang bertujuan untuk memaksimalkan kesempurnaan diri dan jiwa menuju kesucian agar mencapai hakikat ketenangan dan kebahagian hati, baik di dunia ataupun akhirat. Pada umumnya hal ini diformulasikan pada pembersihan jiwa dengan etika dan tingkah laku yang telah diajarkan dalam dunia tasawuf.
Menurut Alfani Daud, tasawuf akhlaki diberikan dengan maksud agar peserta didik mengerti cara-cara pembersihan diri, lahir dan batin dalam rangka beribadat kepada Allah. Tasawuf akhlaki ini menjadi peri kehidupan ulama salaf al-shalih dan mereka mengembangkannya dengan sebaik-baiknya. Tujuan akhir dari praktik tasawuf madzhab ini adalah terbentuknya moralitas yang sempurna dan menuai ma’rifat Allah. Tokoh fenomenal madzhab ini ialah Imam al-Ghazali, diikuti mayoritas penganut teologi Asy’ari dan Maturidi. Inti ajarannya yaitu keseimbangan antara syariat dan hakikat, ma’rifat, akhlak, fana’, maqamat, tauhid, dan taqarrub ila Allah. Metode pencapaiaannya antara lain zikir, mujahadah, riyadhah, tazkiyah an-nafs wa qalb, tafakkur, kontemplasi, dan lain-lain.
Untuk menyingkap tabir yang membatasi diri dengan Tuhan, ada sistem yang dapat digunakan dalam tasawuf akhlaki untuk riyadhah al-nafsiyah. Karakteristik ini tersusun dalam tiga tingkat yang dinamakan takhalli, tahalli, dan tajalli.
Pertama, Takhalli ialah membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, kotor hati, maksiat lahir dan batin. Pembersihan ini dalam rangka melepaskan diri dari perangai yang tidak baik, yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Sifat-sifat tercela ini merupakan pengganggu dan penghalang utama manusia dalam berhubungan dengan Allah. Takhalli merupakan langkah pertama yang harus dijalani oleh seorang sufi dengan cara mengosongkan perbuatan yang tidak baik. Membicarakan sifat-sifat tercela dalam dunia sufi lebih dipentingkan dan harus didahulukan karena ia termasuk usaha takhliyah, mengosongkan atau membersihkan diri dan jiwa terlebih dahulu sebelum mengisinya dengan perbuatan-perbuatan terpuji.
Kedua, Tahalli merupakan merupakan pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji, menyinari hati dengan taat lahir dan batin. Hati yang demikian ini dapat menerima pancaran nurullah dengan mudah. Oleh karenanya segala perbuatan dan tindakannya selalu berdasarkan dengan niat yang ikhlas (suci dari riya) dan amal ibadahnya itu tidak lain kecuali mencari rida Allah Subhanahu WaTa’ala. Untuk itulah manusia seperti ini bisa mendekatkan diri kepada Tuhan. Maka Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan perlindungan kepadanya. Al-Ghazali menguraikan setidaknya ada sepuluh sifat terpuji yang harus dijalankan oleh seorang hamba, antara lain taubat, khauf, zuhud, sabar, syukur, ikhlas, tawakal, mahabbah, rida, dan zikrul maut.
Ketiga, Tajalli adalah merasakan akan rasa ketuhanan yang sampai mencapai sifat muraqabah. Dalam keterangan lain disebutkan bahwa tajalli merupakan barang yang dibukakan bagi hati seseorang tentang beberapa nur yang datang dari Allah. Tajalli juga berarti terungkapnya pencapaian yang telah dilakukan oleh seorang yang suluk agar hasil yang diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh yang telah berisi dengan butir butir mutiara akhlak terbiasa melakukan perbuatan yang baik.
(Penulis adalah Wakil Sekretaris LTN PWNU Kalimantan Selatan)