Rabu, 20 Nov 2024
xNUCare-Lazisnu

Problematika Anak Hasil Adopsi dan Solusinya

waktu baca 3 menit
Selasa, 2 Jul 2024 981 LBM NU

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuhu,

Eramulti Computer

Saya mau bertanya, kami mengadopsi anak perempuan. Bagaimana hukum mengadopsi anak, serta ketika sudah besar anak yang kami adopsi apakah haram memandang atau berduaan dengan suami saya. Kemudian siapa yang berhak menjadi wali nikahnya nanti?

(Jama’ah Masjid Taklim Al-Kautsar, Sambaliung, Berau)

JAWABAN

Gedung PCNU Berau

Wa’alaikumussalaam Warahmatullaahi Wabarakaatuhu,

Penanya NU Media yang budiman. Semoga Allah Subhanahu WaTa’ala senantiasa mencurahkan rahmatNya untuk kita semua, aamiin.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adopsi memiliki pengertian pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri, sedangkan arti mengadopsi adalah mengambil (mengangkat) anak orang lain secara sah menjadi anak sendiri. Di masa jahiliyah adopsi dikenal dengan istilah tabanni, yang mana sejak sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diutus mereka mempraktikkan adopsi secara mutlak dengan artian menisbatkan hubungan antara anak angkat dan orang tua angkat sepenuhnya sama dengan anak dan orang tua kandung.

Rasulullah sendiri juga memiliki anak angkat, Zaid bin Haritsah, yang kemudian dinisbatkan dengan Zaid bin Muhammad. Kemudian turunlah ayat,

ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 5).

Dalam ayat lain ditegaskan bahwa anak hasil adopsi tidak boleh disamakan dengan anak kandung. Allah memerintahkan Rasululah menikahi Zainab bin Jahsyi, mantan istri anak angkatnya sebagai bukti bahwa status anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung.

فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا

“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (Al-Ahzab: 37).

Berdasarkan dua ayat di atas, maka hukum mengadopsi sebagaimana yang dipraktikkan orang-orang di masa jahiliyah (menisbatkan nasab sehingga mendapat hak warisan dari orang tua angkatnya) adalah haram. Berbeda halnya jika hanya dalam rangka mengasuh, merawat dan mendidik, maka hukumnya boleh dan hal semacam itu diistilahkan dengan tabanni bi makna al-kafalah.

Kemudian terkait hukum memandang dan ikhtilath (berduaan) antara ayah dan anak angkat perempuan atau ibu dan anak angkat laki-laki hukumnya tetap haram disebabkan tidak adanya hubungan mahram. Begitu juga seorang bapak angkat tidak diperbolehkan menjadi wali pernikahan anak perempuan angkatnya, dan yang berhak menjadi walinya adalah bapak kandung atau wali-wali yang lain dari keluarga aslinya, dan jika tidak ada atau tidak ditemukan maka perwaliannya berpindah pada hakim (KUA).

Solusi:

Agar terhindar dari keharaman tersebut, maka hendaknya bagi ibu yang ingin mengadopsi anak hendaknya menjadikan anak tersebut menjadi anak radha’ dengan cara mengadopsinya pada waktu umur di bawah dua tahun dan menyusuinya dalam lima kali susuan secara terpisah.

Referensi:

فتاوى قطاع الإفتاء بالكويت: (ج :7، ص: 148)

انتساب الولد إلى غير أبيه؛

كما حرم الإسلام على الأب أن ينكر نسب ولده بغير حق حرم على الولد أن ينتسب لغير والده، ويدعى إلى غير أبيه، قال عليه الصلاة والسلام: “من ادعى إلى غير أبيه أو انتمى إلى غير مواليه فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله منه يوم القيامة صرفاً ولا عدلاً”. أي توبة ولا فدية. (متفق عليه)، وقال عليه الصلاة والسلام: “من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام”. (متفق عليه)

التبني بمعنى التربية والرعاية؛

هناك نوع يظنه الناس تبنياً وليس هو بالتبني الذي حرمه الإسلام وذلك: أن يضم الرجل إليه طفلاً يتيماً أو لقيطاً، ويجعله كابنه في الحنو عليه والعناية به والتربية له، فيحضنه ويطعمه ويكسوه ويعلمه كأنه ابنه من صلبه، ومع هذا لم ينسبه لنفسه ولم يثبت له أحكام البنوة المذكورة، فهذا أمر محمود في دين الله. يستحق صاحبه عليه المثوبة في الجنة

التنبيه (ص: 204)

باب الرضاع

 إذا ثار للمرأة لبن على ولد فارتضع منها طفل له دون الحولين خمس رضعات متفرقات صار ولدا لها وأولاده أولادها وصارت المرأة أما له وأمهاتها جداته وآباؤها اجداده واولادها إخوته واخواته وأخوتها وأخواتها أخواله وخالاته وإن كان الحمل ثابت النسب من رجل صار ولدا له وأولاده أولاده وصار الرجل ابا له وأمهاته وجداته وآباؤه أجداده وأولاده إخواته وأخواته وإخوته وأخواته أعمامه وعماته ويحرم النكاح بينهما بالرضاع كما يحرم بالنسب وتحل له الخلوة والنظر كما تحل بالنسب

المجموع شرح المهذب – شجرة العناوين (ج: 16، ص: 163)

(فرع) قال الشافعي رضى الله عنه: فان كان أولاهم به مفقودا أو غائبا غيبة بعيدة كانت أو قريبة زوجها السلطان، وجملة ذلك أنه إذا كان للمرأة أب أو جد فغاب الأب وحضر الجد ودعت المرأة إلى تزويجها نظرت، فان كان الاب مفقودا بأن انقطع خبره ولا يعلم أنه حي أو ميت فان الولاية لا تنتقل إلى الجد، وانما يزوجها السلطان، لأن ولاية الاب باقية عليها، بدليل أنه لو زوجها في مكانه لصح

Wallaahu a’lamu binafsil amri wa haqiiqatil haal.

(Mujawib: Ustadz Sahrul Anam, S.Pd.I. – Ketua Lembaga Bahtsul Masail PCNU Berau)

xNUCare-Lazisnu