xNUCare-Lazisnu

Merenungi Hakikat Umur

waktu baca 5 menit
Minggu, 6 Nov 2022 1166 NU Media

اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ، وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الآخِرَ ةِ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ، يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ، وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ، وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا، وَهُوَ الرَّحِيْمُ الْغَفُوْرُ

Eramulti Computer

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ، وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ  بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ

أَ مَّا بَعْدُ

Gedung PCNU Berau

فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، اَعُوْذُبِااللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ، وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ، وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jamaah Jum’at Rahimakumullah,

Waktu adalah anugerah. Manusia menerima kesempatan hidup di dunia sejatinya untuk mencapai tujuan akhirat. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia ini ladang yang mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu akhirat adalah kekal adanya.

Islam mengutamakan kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan sebagai dua jenis waktu, yang sejati dan yang tidak sejati.

Al Qur’an dalam al-Ankabut 64 melukiskan perbandingannya,

وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا لَهْوٌ وَلَعِبٌ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main,”

Kalimat “kehidupan dunia ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti anjuran untuk berbuat seenaknya di dunia. Karena itu, ayat tersebut berlanjut dengan kalimat,

وَ إِنَّ الدَّارَ الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ، لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, jika mereka mengetahui.”

Demikianlah. Ayat tersebut menggambarkan bahwa kehidupan dunia tidaklah sejati, tidak kekal, dan penuh dengan tipuan. Sementara seseorang seharusnya lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada kehidupan akhirat karena ia adalah kehidupan yang sejati, kekal, dan penuh dengan kenikmatan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggambarkan pandangan beliau tentang dunia, “Apalah aku dan dunia ini! Sesungguhnya, pemisalan aku dengan dunia adalah seperti seorang pengembara, yang tidur di bayangan sebuah pohon. Kemudian pergi meninggalkan pohon tersebut.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At- Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Al-Hasan, dalam Al-Zuhd, Al-Baihaqy menorehkan syair indahnya, “Wahai jiwa, yang bergelimang megah dan nikmat dunia. Karena kenikmatan tidak pernah terpejam matanya, hanya karena alasan yang tak pasti, Anda biarkan umur Anda pergi. Lalu, apa kata Anda pada Allah, pada hari pertemuan nanti?”

Lantas apa yang harus dilakukan, agar kesempatan hidup di dunia ini berkualitas? Abdullah bin Daud berkata, “Bila umur telah mencapai 40 tahun, orang yang cerdas akan menggulung kasurnya, tidak pernah tidur sepanjang malam. Dia asyik bercengkrama dengan Allah dalam shalat, tasbih, dan istighfarnya. Dia khusyuk menangis mengingat umurnya yang telah berlalu. Lalu, dia bersemangat mempersiapkan hari-harinya yang akan datang.”

Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan garis, bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk mengabdi secara total kepada-Nya.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ، إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk mengambil manfaat dari ibadah mereka karena baik mereka beribadah ataupun durhaka, sama sekali tidak akan mengurangi keagungan Allah.

Beribadah atau lebih tepatnya mengabdi kepada Allah adalah kebutuhan hakiki bagi jin dan manusia itu sendiri. Dalam hal ini pengertian ibadah sangatlah luas, tidak sekadar ritual seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, melainkan meliputi pula kebaikan-kebaikan lainnya yang membawa kemaslahatan bagi alam dan seisinya.

Ibadah tidaklah dinilai dari terpenuhinya syarat dan rukun semata, namun bagaimana menempatkan adab serta akhlak di hadapan Allah merupakan hal yang sangat penting bagi kualitas ibadah tersebut.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Memanfaatkan umur di dunia menjadi sangatlah penting karena waktu terus berjalan dan tak akan pernah terulang kembali. Manusia dituntut memaksimalkan waktu atau kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu sehingga tidak menyesal di kehidupan kelak.

Orang-orang yang menyesal di akhirat nanti digambarkan oleh Al-Qur’an, sebagai orang yang merengek-rengek minta dihidupkan kembali agar mereka bisa memperbaiki perilakunya.

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ، قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلّيْ أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ، كَلَّا،  إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا، وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ  إِلَى يَوْ مِ  يُبْعَثُونَ

“(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (Al-Mu’minun: 99-100)

Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang amat besar.

Di dalam Kitab Ayyuhal Walad, beliau mengutip sebuah Hadits,

عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اِشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنَّ امْرَاً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، فِي غَيْرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَ ةِ، لَجَدِيْرٌ اَنْ تَطُوْلَ عَلَيْهِ حَسْرَ تُهُ

“Pertanda bahwa Allah Ta’ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan apabila satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian yang berkepanjangan.”

Sebuah kalam hikmah dari Syekh Ahmad ibnu Atha’illah as-Sakandari kiranya patut menjadi renungan,

رُبَّ عُمْرٍ اتَّسَعَتْ آمَادُهُ وَقَلَّتْ أمْدَادُهُ، وَرُبَّ عُمْرٍ قَلِيْلَةٌ  آمَادُهُ كَثِيْرَ ةٌ  أمْدَادُهُ

“Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah.”

Marilah kita menghisab diri. Dalam sisa umur kita pernahkah kita mengingat semua dosa, menyesalinya dan bersungguh-sungguh memohon ampunanNya? Dalam sisa umur kita pernahkah kita menyadari kenikmatan hidup yang diberikan Allah, mensyukurinya, lalu  berserah diri kepadaNya?

Kita harus berani jujur, apakah kehadiran Sang Nabi pembawa cahaya benar-benar telah merubah diri kita yang dipenuhi kegelapan menjadi terang bersinar? Jika belum, inilah saatnya kita hijrah!

Jika selama ini kita hanya disibukkan mengejar kemegahan dunia kemudian beribadah hanya berdasarkan kuantitas belaka sehingga kita terjebak pada lingkaran rutinitas yang kering kualitas lalu kita lalai, untuk siapa ibadah, hidup, dan mati kita, maka inilah saatnya kita hijrah!

Kita harus terus berproses menuju kebaikan, kapanpun waktunya dan di manapun tempatnya. Kita tidak boleh merasa puas dengan banyaknya ibadah. Kita harus selalu berusaha untuk meningkatkannya; dari menyembah karena takut siksaNya dan karena mengharapkan pahala dariNya, menjadi semata karena cinta kepadaNya.

Di masa umur yang tinggal sedikit ini, marilah kita senantiasa memperbanyak mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta mulai mempersiapkan segala apa yang akan kita bawa, manakala waktu perpindahan itu telah tiba.

اَقُوْلُ قَوْ لِى هَذَا، وَأسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ ،وَلِوَالِدَيَّ، وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،  فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم

xNUCare-Lazisnu