إِنَّ الْحَمْدَ للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَ مَّا بَعْدُ
فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى الله، وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، اَعُوْذُبِااللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ، إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Jamaah Jum’at Rahimakumullah,
Kisah menarik dan layak menjadi renungan adalah tentang Nabi Yunus ‘alaihissalaam. Diriwayatkan, Nabi Yunus yang merasa kecewa dengan kelakuan kaumnya menjadi marah kemudian beliau pergi meninggalkan mereka tanpa seizin Allah.
وَ إِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ، إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ
“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan.”
Dalam Surah Ash-Shafaat Ayat 139 dan 140 ini Allah menggambarkan Nabi Yunus ‘alaihissalaam dengan “sang nabi yang melarikan diri” dan kemudian atas itu semua Allah memberikan peringatan kepada beliau, sebagaimana dijelaskan dalam Ash-Shafaat Ayat 142,
فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ
“Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela”
Para mufassir dan ulama berbeda pendapat tentang masa Nabi Yunus berada dalam perut ikan tersebut. Al-Qatadah mengatakan 3 hari, sedangkan Ja’far Ash-Shadiq menyebutkan 7 hari, sementara Abu Malik berpendapat 40 hari.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Atas perintah Allah, ikan besar tersebut tidak membinasakan Nabi Yunus melainkan hanya membawanya ke dasar lautan sehingga Nabi Yunus diliputi 3 kegelapan, yaitu kegelapan dasar laut, kegelapan dalam perut ikan, dan kegelapan malam.
Keadaan ini digambarkan dalam Al-Anbiya Ayat 87,
فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ
“Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap” (lafazh zhulumaat dalam ayat ini berbentuk jamak, yang bermakna beberapa kegelapan).
Di dalam perut ikan tersebut, Nabi Yunus ‘alaihissalaam tersadar dan segera bertasbih serta menyeru kepada Allah seraya bertaubat, mengakui dan menyesali segala kesalahannya,
لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Anbiya; 87).
Maka didengarlah seruan itu oleh Dzat Yang Maha Mengetahui segala rahasia, Dzat Yang Maha Mengangkat seluruh mudarat dan ujian, Dzat Yang Maha Mendengar suara selemah apa pun, Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang samar walau sekecil apa pun, dan Dzat Yang Maha Mengabulkan permohonan meski sebesar apapun,
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ، وَكَذَلِكَ نُنْجِى الْمُؤْمِنِينَ
“Maka Kami memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kesedihan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Al-Anbiya; 88).
Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wan-Nihaayah menyebutkan, “Andai bukan karena tasbih dan taubatnya kepada Allah, niscaya ia sudah hancur dalam perut ikan dan tinggal menunggu hari kebangkitan.”
فَلَوْلا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ، لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Ash-Shafaat;143-144).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Paling tidak, ada 2 hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa ini.
Pertama, seorang mukmin hendaknya tetap berpegang pada perintah Allah dan bersabar menghadapi segala keadaan. Tidak tergesa-gesa dalam memutuskan perkara yang tengah dihadapinya tanpa didasari ilmu dan pengetahuan. Tidak memupuk prasangka buruk sehingga merasa kecewa lalu memberontak, mengingkari kondisi yang merupakan kehendak Allah atas dirinya. Maka sikap inilah yang pada akhirnya mendatangkan murka Allah sehingga Dia menurunkan ujian, teguran, atau bahkan hukuman. Na’udzubillah.
Kedua, Allah terkadang menguji hambaNya yang saleh saat hamba tersebut melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perintahNya. Itulah yang dialami Nabi Yunus ‘alaihissalam. Namun berkat keimanan, kesalehan, dan doanya, beliau diselamatkan oleh Allah Subhanahu WaTa’aala.
Orang beriman akan selalu melakukan introspeksi menyadari kekhilafan diri, pasti ada kesalahan yang sedang dilakukan sehingga Allah menurunkan berbagai kesulitan. Pengakuan terhadap dosa memiliki pengaruh besar terhadap keselamatan dari berbagai malapetaka.
Allah Maha Berkuasa menghentikan kapal yang ditumpangi Nabi Yunus ‘alaihissalam, sementara kapal-kapal lain berlayar tanpa kendala di sekitarnya. Dia juga berkuasa untuk menyelamatkan Nabi Yunus saat berada di dalam perut ikan. Dia kemudian memerintah ikan tersebut untuk memuntahkan beliau di pinggir lautan. Bahkan Dia memperdengarkan kepada Nabi Yunus, suara batu-batu kerikil bertasbih kepadaNya di dasar kegelapan.
Kita renungi makna ini, bahwa kita ini hanyalah hamba yang sama sekali tidak memiliki daya kecuali dengan pertolonganNya. Jika sekelas Nabi Yunus jatuh tersungkur di hadapan kebesaranNya, lalu bagaimanakah dengan kita? Apakah kita merasa mampu mengatasi persoalan, sementara Allah kita tinggalkan? Apakah kita berharap Allah akan mengangkat kesusahan, sementara kita tidak pernah menjatuhkan hati meminta kepadaNya?
لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Betapa utamanya doa dzun nun ini, sampai-sampai ulama sepakat menjadikannya doa khusus bagi mereka yang tengah dilanda kesulitan, dirundung kesedihan, atau diliputi masalah serta kebingungan.
Marilah kita betulkan ikhtiar dan tawakal dengan cara bersabar dalam melakukan usaha, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah Subhanahu WaTa’aala. Semoga Allah senantiasa merahmati kita semua, memberikan jalan keluar dari kesulitan, dan Dia berkenan mengampuni kita dari segala kesalahan. Aamiin Yaa Rabbal ‘aalamiin.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا، أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ لِي وَلَكُمْ، وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ