اَلحَمْدُ للهِ، اَلحَمْدُ للهِ أَرْسَلَ إِلَيْنَا أَفْضَلَ الرُّسُلِ، وَأَنْزَلَ عَلَيْنَا أَفْضَلَ الْكُتُبِ، وجَعَلَنَا خَيْرَ أُ مَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى وَأَشْكُرعَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لاَ تُحْص
أَشْهَدُ أَن لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَهُ الْأَ سْمَاءُ الحُسْنَى، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِىَ بَعْدَى
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ
فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ، حَقَّ تُقَاتِه، وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، اَعُوْذُبِااللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ، فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Jamaah Jum’at Rahimakumullah,
Dalam sehari semalam, paling tidak lima kali kita bersaksi terhadap kerasulan Baginda Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Di dalam setiap shalat, kita selalu membaca kalimat,
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُ الله
sebagai pelengkap syahadat tauhid kita. Paling sedikit, lima kali pula kita bershalawat kepada beliau,
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
dalam setiap bacaan tahyat kita.
Dengan demikian kita meyakini semakin disempurnakanlah keimanan dan keislaman kita, semakin dikuatkanlah identitas kita sebagai pengikut Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kita selalu mengaku sebagai umat Rasulullah dan kita senantiasa berharap kelak bisa mendapatkan syafaat dari beliau. Namun, benarkah kita ini umat Rasulullah? Apakah kita memang pantas mendapatkan syafaat beliau? Apakah kita mempunyai alasan dan berhak atas harapan ini? Lalu, siapakah sebenarnya umat Rasulullah itu?
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan ciri-cirinya,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ، رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ، تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا، سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang kepada sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaanNya. Tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka, dari bekas sujud.” (Al-Fath : 29)
Jamaah Jum’at Rahimakumullah,
Ayat di atas menjelaskan bahwa umat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu memiliki 5 identitas;
Yang pertama, keras terhadap orang kafir. Keras di sini bukanlah sikap menabuh genderang atau selalu mencari cara untuk berperang dengan mereka. Tetapi kerasnya umat Rasulullah adalah memiliki prinsip dan garis yang jelas dalam beragama.
Fanatik sebagai bentuk dari sikap berpegang teguh kepada ajaran agama merupakan prinsip yang tidak dapat ditawar, serta garis lurus yang tidak boleh dibengkokkan. Toleransi dalam hubungan sesama manusia dapat dilaksanakan, namun jika menyangkut soal keyakinan dan ibadah, umat Rasulullah harus kembali kepada
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku” (Al-Kaafiruun: 6)
Identitas yang kedua, sikap berkasih sayang kepada sesama muslim. Hal ini dicontohkan ketika Rasulullah dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, orang Madinah bersuka cita menyambut mereka sebagai pengakuan, bahwa ikatan aqidah dalam Islam adalah persaudaraan.
Saat ini kita menghadapi ujian yang amat berat, banyak yang tidak senang melihat kaum muslimin bersatu. Segala macam cara dilakukan agar kaum muslimin berpecah belah. Menghadapi ini semua sudah seharusnya kita kembali melihat dan belajar dari teladan kaum Anshor dan Muhajirin, bahwa dari manapun dia berasal, apapun warna kulitnya, bahasa apapun yang dia ucapkan, jika berada dalam bingkai aqidah yang sama, orang muslim adalah bersaudara.
Imam Ghazali berkata, “hiduplah seperti kedua belah tangan.” Artinya saling mengalah dalam berjalan, serta mengambil peran sesuai bidang yang digariskan.
Yang ketiga adalah rukuk dan sujud, yaitu menegakkan shalat. Kenapa shalat menjadi identitas seorang muslim?
Shalat menjadikan manusia rendah hati dan tahu diri. Shalat juga mendatangkan ketenangan jiwa serta ketentraman batin, sebab dengannya manusia mempunyai sandaran yang jelas, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Shalat menjadikan manusia disiplin dalam merawat kesucian dirinya.
Shalat yang didirikan sesuai tuntunannya akan mampu mengendalikan diri pelakunya. Orang yang mendirikan shalat akan senantiasa terjaga dari keburukan sifat, serta terhindar dari segala perbuatan jahat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (Al ‘Ankabuut : 45)
Shalat dapat membentuk manusia menjadi pribari-pribadi berkualitas yang senantiasa merasa takut kepada Allah Yang Maha Berkuasa. Shalat juga dapat menjadikan manusia selalu merasa bahagia karena mereka sadar, bahwa hanya Allah satu-satunya yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Fatamorgana dunia yang semakin hari membuat manusia merasa harus berlomba mencari kesenangannya telah amat nyata membelokkan prinsip mereka. Mereka semua telah melupakan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan perjalanan akhirat adalah kekal adanya.
Demikianlah perlunya rukuk dan sujud, agar kita menjadi sadar dari mana kita berasal, ada di mana kita saat ini, dan akan ke mana kita hendak pergi.
Para sahabat Nabi digambarkan, “jika siang seperti kuda perang, jika malam menjelang mereka seperti para pendeta.” Artinya, di medan perang mereka gagah, tetapi jika sedang rukuk dan sujud, mereka khusyuk luar biasa.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Selanjutnya Identitas yang keempat, yaitu selalu mencari karunia dan keridaan Allah. Dalam al-Jumu’ah ayat 10, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan tata caranya,
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ، فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّه، وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, supaya kamu beruntung.”
Ayat ini terkait erat dengan identitas yang ketiga, yaitu mendirikan shalat. Allah memerintahkan kepada kita untuk mencari karunia dan ridaNya dengan terlebih dahulu menunaikan shalat. Kemudian kita diperintahkan untuk banyak berdzikir mengingat Allah dalam proses mencari karunia tersebut. Dengan demikian, keterikatan ketiganya menjadi suatu persyaratan mutlak yang harus dipenuhi. Sasaran akhir dari proses pencarian karunia ini adalah kita dikehendaki menjadi orang-orang yang beruntung serta mendapatkan keridaanNya.
Marilah kita renungkan betapa sibuk aktifitas kita dalam proses mencari rezeki di muka bumi, namun mengabaikan salah satu dari ketiganya. Kita kadang bekerja sehari penuh, namun sering meninggalkan shalat. Kita sering lalai menyertakan tafakur dan zikir untuk mengingat Allah ketika terlena dengan rutinitas pekerjaan. Hasilnya, betapa banyak di antara kita yang mungkin saja sukses mengumpulkan harta, namun sejatinya tidak mendapatkan ketenangan jiwa.
Lalu kenapa harus mencari rida Allah? Sebab karunia saja tidaklah cukup. Apapun yang kita pakai dan kita makan akan sangat berpengaruh kepada sikap dan perilaku kita. Imam Ghazali berkata, “jika engkau terbiasa dengan makanan yang haram, maka engkau akan cenderung berpikir tentang yang haram.” Karunia yang mendapat rida Allah, itulah kenikmatan yang tidak bisa diukur dengan apapun.
Hadirin, Jamaah Jum’at Rahimakumullah,
Identitas yang kelima adalah bekas sujud di wajah mereka. Apa yang dimaksud dengan bekas sujud ini? Bekas sujud di sini bukanlah semata tanda hitam di dahi atau tanda fisik lainnya. Namun merupakan cerminan sikap dari orang-orang yang senantiasa melaksanakan sujud.
Makna sujud akan terlihat dari prilaku baik secara indivual maupun sosial. Orang yang senantiasa sujud akan bersikap ikhlas dan senantiasa menomorsatukan Allah dalam setiap perbuatannya. Dia tidak akan mudah menepuk dada menghitung-hitung jasa hasil perbuatannya. Pribadinya senantiasa jujur dalam menjaga amanah sebab dirinya senantiasa merasa diawasi oleh Allah Azza Wa Jalla.
Selain itu orang yang senantiasa sujud niscaya akan selalu memelihara wudhunya. Dengan demikian, tanda bekas sujud secara fisik akan terlihat dari wajah yang senantiasa ramah dan berseri. Kepada sesama dia selalu tersenyum, menebarkan salam serta kedamaian. Tidak sombong dan mengunggulkan kelebihan diri serta ilmunya, karena dia merasa bahwa hanya Allah Yang Maha Segalanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “sesungguhnya pada hari kiamat nanti umatku akan dipanggil dalam keadaan putih cemerlang dan muka mereka berseri-seri dari bekas wudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Demikianlah lima identitas yang harus kita miliki jika kita mengaku sebagai umat Rasulullah dan mengharapkan syafaat beliau. Dengan memiliki kelima identitas ini kita tidak perlu lagi berteriak lantang bahwa kitalah umat Rasulullah, karena Rasulullah pasti akan mengenali kita sebagai umatnya dari wajah kita yang berseri-seri.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengumpulkan kita semua ke dalam barisan umat Rasulullah, serta menjadikan kita sebagai orang-orang yang Dia ridai. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
اَقُوْلُ قَوْ لِى هَذَا، وَأسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ ،وَلِوَالِدَيَّ، وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم
(Sebagian naskah diambil dari Mutiara Dakwah, K.H. Zainuddin MZ.)