NU Media – Al Imam, Hujjatul Islam, Muhammad bin Muhammad, Al-Ghazali Ath-Thusi Rahimahullahu Ta’ala berkata,
Ketahuilah wahai saudaraku yang sangat berminat dan mempunyai perhatian yang besar ingin mendapat curahan ilmu, yang betul-betul berharap dan sangat dahaga kepadanya. Seandainya engkau berniat dalam menuntut ilmu untuk berlomba-lomba mendapatkan kemegahan, ingin terkenal di kalangan kawan-kawanmu, menarik perhatian orang banyak terhadap dirimu, mengalahkan orang lain, dan mengharapkan kekayaan dunia, maka sesungguhnya engkau sedang berusaha menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhiratmu.
Maka perniagaanmu itu merugi, dan gurumu telah membantumu berbuat maksiat serta menjadi sekutumu dalam kerugian tersebut. Gurumu laksana orang yang menjual pedang kepada perampok, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
من أعان على معصية ولو بشطر كلمة كان شريكاله فيها
“Siapa yang menolong orang lain melakukan perbuatan maksiat walaupun hanya dengan setengah kalimat, maka ia sudah menjadi sekutu baginya dalam perbuatan tersebut.”
Jika niat dan maksudmu dalam menuntut ilmu itu untuk mencari keridaan Allah dan mendapat hidayah (petunjuk), bukan semata-mata agar engkau pandai bercakap, maka hendaklah engkau bergembira karena para malaikat telah membentangkan sayapnya untukmu apabila engkau berjalan, dan ikan-ikan di laut memintakan ampunan bagimu manakala engkau berusaha. Tetapi sebelum itu hendaklah engkau ketahui bahwa hidayah itu merupakan buah dari ilmu pengetahuan. Bagi hidayah ada bidayah (permulaan) dan nihayah (kesudahan), ada zahir dan ada pula batin, dan engkau tidak akan sampai kepada nihayah hidayah serta menyelami batin hidayah kecuali setelah engkau selesai dari menyempurnakan segala urusan yang berkenaan dengan zahir hidayah.
Di dalam kitab ini aku akan menunjukkan kepadamu bidayatul hidayah (permulaan jalan menuju hidayah) agar engkau dapat mencoba mengamalkannya untuk dirimu serta menguji hatimu. Apabila engkau mendapati hatimu condong kepada hidayah lalu dirimu berusaha untuk menggapainya, maka setelah itu engkau akan dapat melihat perjalanan akhir darinya (nihayatul hidayah) hingga engkau mampu mengarungi lautan ilmu yang tak bertepi. Sebaliknya, jika engkau mendapati hatimu berat dan lengah dalam mengamalkan apa yang menjadi perintahnya, maka ketahuilah bahwa kencenderungan yang mendorongmu untuk menuntut ilmu itu sebenarnya adalah jiwa al-ammaarah bi as-su’ (yang memerintahkan pada keburukan). Jiwa tersebut bangkit karena dia taat kepada setan terkutuk yang menipumu dengan jerat tali tipuannya sehingga engkau terjerumus ke dalam jurang kecelakaan.
Setan sebenarnya ingin agar engkau memperbanyak kejahatan padahal engkau mengira telah melakukan kebaikan sehingga ia bisa memasukkanmu kedalam kelompok orang yang merugi dalam amalnya. Saat itu setan menceritakan kepadamu tentang keutamaan ilmu, derajat para ulama, serta berbagai riwayat di seputarnya. Namun sejatinya setan telah berhasil membuatmu lalai dari sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.,
من أزداد علما ولم يزدد هدى لم يزدد من الله إلا بعدا
“Siapa yang bertambah ilmu sedangkan tidak bertambah hidayahnya (amalannya), maka ia hanya bertambah jauh dari rahmat Allah Ta’ala.” (Hadits Riwayat Abu Mansur Ad Dailami dalam Musnad Al-Firdaus)
Juga dari sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
أشدالناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه
“Orang yang paling dahsyat siksanya di hari kiamat, adalah orang alim yang ilmunya tidak Allah berikan manfaat kepadanya.” (Hadits Riwayat At-Thabrani fis Shaghir dari Abu Hurairah)
Maka berhati-hatilah engkau dari tipu daya setan, wahai saudaraku. Janganlah engkau tunduk kepada tipuannya. Setan sangat pandai dengan menyetujuimu mencari ilmu, padahal sebenarnya ia memperdayamu dengan menggelincirkan niatmu. Maka celaka sekali celaka bagi si jahil karena tidak mau belajar, dan seribu kali celaka bagi si alim karena tidak mengamalkan ilmunya. Wallaahul musta’aan.
(Imam Ghazali, Bidayatul Hidayah)