Kamis, 05 Des 2024
xNUCare-Lazisnu

Hukum Shalat Jumat di Lokasi Perusahaan

waktu baca 4 menit
Senin, 23 Jan 2023 1642 LBM NU

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuhu,

Eramulti Computer

Saya karyawan pada salah satu perusahaan tambang yang jaraknya cukup jauh dengan kampung terdekat, memerlukan waktu 30-50 menit apabila ditempuh dengan kendaraan. Sementara untuk keluar masuk lokasi tambang, karyawan tidak diperkenankan menggunakan kendaraan pribadi tetapi harus menunggu transportasi yang disediakan perusahaan.

Hari Jumat karyawan hanya diberikan jam istirahat selama 90 menit, sehingga berdasarkan jarak di atas tidak memungkinkan untuk mengikuti shalat Jumat di kampung terdekat yang ada masjidnya. Dengan kondisi ini, karyawan yang muslim yang jumlahnya lebih dari 40 orang kemudian berinisiatif mengadakan shalat Jumat di lokasi perusahaan.

PERTANYAAN

Gedung PCNU Berau

  1. Apa status saya dan karyawan lainnya?
  2. Sahkah hukumnya shalat Jumat yang saya laksanakan di lokasi perusahaan bersama para karyawan lainnya?

(Karyawan Perusahaan  – Samarinda)

JAWABAN

Wa’alaikumussalaam Warahmatullaahi Wabarakaatuhu,

Penanya NU Media yang budiman. Semoga Allah Subhanahu WaTa’ala senantiasa mencurahkan rahmatNya untuk kita semua, aamiin.

Terkait status Anda dan karyawan lainnya, maka sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Ismail Zain Al-Yamani dalam kitabnya Qurrotul Ain bi Fatawa Isma’il, halaman 81, setidaknya ada tiga kategori dalam pelaksanaan shalat jumat.

  1. Musafir: orang yang berniat tinggal tidak lebih dari 4 hari atau lebih.
  2. Muqim: orang yang berniat tinggal 4 hari atau lebih (bahkan 100 tahun misalnya), namun masih mempunyai keinginan untuk kembali (pulang) ke tempat asalnya.
  3. Mustauthin: Penduduk asli atau pendatang yang menetap, yang tidak berniat kembali (pulang) ke tempat asalnya.

Bagi seorang musafir tidak wajib shalat Jumat dan tidak dihitung ahli Jumat (tidak menjadi syarat sah) dan seandainya ia shalat, maka shalatnya sudah mencukupi dari shalat dzuhur.

Adapun bagi yang berstatus muqim maka ia tetap berkewajiban melaksanakan shalat Jumat bersama penduduk setempat (ahli Jumat) jika mendengar adzan, hanya saja mereka tidak dapat mengesahkannya karena keabsahan shalat Jumat yang mereka laksanakan bersifat mengikuti dan tidak bersifat independen.

Sedangkan kelompok yang ketiga, mustauthin, mereka berkewajiban melaksanakan shalat Jumat serta berstatus mengesahkannya. Tidak sah bagi mereka melaksanakan shalat Zhuhur selama dimungkinkan untuk melaksanakan shalat Jumat.

Dengan demikian status karyawan pada perusahaan di atas dapat dibagi menjadi 2 kategori:

  1. Muqim Ghairi Mustauthin: Karyawan yang menetap di mess (apabila ada karyawan yang tinggal dan menetap di mess perusahaan) namun statusnya bukan Mustauthin.
  2. Mustauthin: Bagi karyawan yang bertempat tinggal di kampung sekitar perusahaan.

قرة العين بفتاوى إسماعيل الزين صحـ: 81

سؤال: عَنْ طَائِفَةٍ مُقِيْمِيْنَ بِبَلَدَةٍ فَهَلْ لَهُمْ إِقَامَةُ الْجُمُعَةِ في مَقَرِّ عَمَلِهِمْ لِكَوْنِهِمْ أَرْبَعِيْنَ فَأَكْثَرَ ؟

الْجَوَابُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ مُسْتَمِدًّا مِنْهُ الْعَوْنَ عَلَى الصَّوَابِ فِي الْجَوَابِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْمَآبِ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لاَ بُدَّ مِنْ مَعْرِفَةِ مُقَدِّمَةٍ أَماَمَ الْجَوَابِ وَهِىَ أَنَّ كُلَّ شَخْصٍ فِي أَيِّ مَكَانٍ لاَبُدَّ أَنْ يَكُوْنَ أَحَدُ أَقْسَامٍ ثَلاَثَةٍ أَحَدُهَا مُسَافِرٌ وَهُوَ مَنْ لَا يَنْوِيْ إِقَامَةً مُؤَثِّرَةً وَهِىَ أَرْبَعَةُ أَيَّامٍ فَأَكْثَرَ بَلْ يَقْصِدُ إِقَامَةً أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ وَثَانِيْهَا مُقِيْمٌ وَهُوَ مَنْ يَنْوِيْ إِقَامَةً مُؤَثِّرَةً أَرْبَعَةَ أَيَّامٍ فَأَكْثَرَ وَلَوْ مِئَاتِ السِّنِيْنَ لَكِنَّهُ يَقْصِدُ اَلرُّجُوْعَ إِلَى وَطَنِهِ فَهَذَا مُقِيْمٌ وَثَالِثُهَا مُسْتَوْطِنٌ وَهُوَ مَنْ لاَ يَنْوِي الرُّجُوْعَ مِنَ الّبَلَدِ اَلَّتِيْ هُوَ بِهَا فَالْقِسْمُ الأَوَّلُ وَهُوَ اَلْمُسَافِرُ لاَ تَلْزَمُهُ الْجُمُعَةُ وَلاَ تَنْعَقِدُ بِهِ بَلْ تَصِحُّ مِنْهُ لَوْ صَلاَّهَا مَعَ أَهْلِهَا وَتُغْنِيْهِ عَنِ الظُّهْرِ وَالْقِسْمُ اَلثَّانِيْ وَهُوَ اَلْمُقِيْمُ تَلْزَمُهُ وَيَجِبُ عَلَيْهِ حُضُوْرُهَا مَعَ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ يَبْلُغُهُ نِدَاؤُهَا لَكِنَّهَا لاَ تَنْعَقِدُ بِهِ بَلْ تَصِحُّ مِنْهُ تَبْعًا لاَ اسْتِقْلاَلاً وَالْقِسْمُ اَلثَّاِلثُ وَهُوَ اَلْمُسْتَوْطِنُ تَلْزَمُهُ وَتَنْعَقِدُ بِهِ وَلاَ تَصِحُّ مِنْهُ اَلظُّهْرُ مَا دَامَتِ الْجُمُعَةُ تُمْكِنُهُ اهـ

Lalu apakah sah mendirikan shalat jumat di tempat kerja tersebut? dari sisi tempat dan jumlah jamaah yang sudah mencapai 40 orang bahkan lebih, sebenarnya sudah mencukupi untuk dilaksanakannya shalat Jumat sesuai pendapat mayoritas Madzhab Syafi’i. Namun apabila dilihat dari jamaah yang berstatus muqim (bukan mustauthin), ulama masih memperselisihkan keabsahannya.

KESIMPULAN DAN ALTERNATIF HUKUM

Jika memungkinkan mengikuti shalat Jumat yang dilaksanakan oleh penduduk setempat, maka hendaknya melaksanakan shalat Jumat bersama mereka sebab sebagaimana dikatakan dalam kaidah fiqih,

الخروج من الخلاف مستحب

“keluar dari ikhtilaf (perbedaan) ulama dianjurkan”.

Jika tidak memungkinkan, maka diperinci:

  • Jika karyawan yang melaksanakan shalat jumat di tempat tersebut terdapat minimal 4 – 12 orang penduduk asli sekitar kampung (mustauthin) maka keabsahannya tidak diragukan lagi dengan mengikuti pendapat qaul qadimnya imam Syafi’i yang hal itu diperbolehkan apabila didukung oleh ashhab (tanpa harus berpindah madzhab) sebagaimana pernyataan dalam kitab Fathul Mu’in dan I’anah At-Tholibin:

فتح المعين مع حاشية اعانة الطالبين – (ج 2 / ص 58-59)

قوله اي غير الامام الشافعي، اي باعتبار مذهبه الجديد فلا ينافي ان له قولين قديمين في العدد ايضا أحدهما أقلهم اربعة حكاه عنه صاحب التلخيص وحكاه في شرح المهذب واختاره من اصحابه المزني كما قاله الاذرعي وكفى به سلفا في ترجيحه فإنه من كبار اصحاب الشافعي ورواة كتبه الجديدة وقد رجحه ايضا ابو بكر بن المنذر في الاشراف كما نقله النووي في شرح المهذب ثاني القولين اثنا عشر وهل يجوز تقليد هذين القولين؟ الجواب نعم فإنه قول للإمام نصره بعض أصحابه ورجحه

  • Jika semua karyawan statusnya adalah muqim (tidak ada penduduk asli) maka alternatif hukum keabsahannya mengikuti pendapat muqabilul ashah yang terdapat dalam kitab Muhadzab dan syarahnya yang menyatakan sah shalat Jumat dilaksanakan oleh orang yang berstatus muqimin ghairi mustauthin.

المهذب (ج 2 / ص 208)

وجاء في المهذب هل تنعقد بمقيمين غير مستوطنين فيه وجهان قال علي بن ابي هريرة تنعقد بهم لأنه تلزمهم الجمعة فانعقدت بهم كالمستوطنين وقال ابو اسحق لا تنعقد

المجموع شرح المهذب – (ج 4 / ص 503)

وأما قول المصنف هل تنعقد بمقيمين غير مستوطنين فيه وجهان مشهوران (أصحهما) لا تنعقد اتفقوا على تصحيحه ممن صححه المحاملي وامام الحرمين والبغوي والمتولي وآخرون

Dalam masalah ini tentunya sangat memungkinkan dan terbuka ruang untuk talfiq (mencampur madzhab). Maka hendaknya kita mengikuti pendapat ulama yang memperbolehkan talfiq tanpa berniat mengambil yang ringan-ringan saja, sebagaimana dikatakan dalam kitab Fathul Allam,

والذي اذهب اليه واختاره القول بجواز التقليد في التلفيق لا بقصد تتبع ذلك لان من تتبع الرخص فسق

Sebab sebagaimana sering kita dengar “bahwa meninggalkan shalat Jumat (karena belum ideal) itu lebih besar mudharatnya daripada melaksanakan shalat jumat meski belum sempurna”.

Wallaahu a’lamu binafsil amri wa haqiiqatil haal.

(Mujawib: Ustadz Sahrul Anam, S.Pd.I. – Ketua Lembaga Bahtsul Masail PCNU Berau)

xNUCare-Lazisnu